oleh: Yunesa Rahman
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan secara resmi nomor urut calon Kepala Daerah di Sumatera Barat. Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 09 Desember 2015 diikuti 14 daerah yakni 13 kab/Kota dan 1 Pilgub. Selanjutnya akan dimulai masa kampanye, pasangan calon kepala daerah, akan memperkenalkan dirinya kepada pemilihnya, menyampaikan visi misi dan program kerjanya ketika terpilih menjadi kepala daerah 5 tahun kedepan.
Semua elemen masyarakat harus berperan serta dalam pengawasan Pilkada serentak saat ini, hal itu akan menentukan jalannya roda pemerintahan terpilih nantinya. Ada beberapa hal yang perlu dikawal bersama dalam pemilihan kepala daerah saat ini. Satu, Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah baik dari kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana, pengawasan dari Bawaslu dan Panwaslu. Masalah daftar pemilih; sarana-prasarana; sosialisasi; psikologi calon kepala daerah, timses dan pendukung yang tidak siap kalah; penghitungan suara sampai rekapitulasi suara; serta kedekatan partai politik pengusung dengan para komisioner KPU.
Dua, praktek money politic yang kemungkinan besar akan terjadi khususnya di daerah-daerah yang aksesnya susah dan jauh dari pantauan para media. Menurut Yusril Ihza Mahendra money politic adalah mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Pelaku dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Praktek money politic tidak hanya sebatas rupiah yang diperjualbelikan kepada suara pemilih namun termasuk jasa-jasa seperti jabatan, proyek pekerjaan dan sebagainya. Dalam hal ini, praktek money politic untuk Sumatera Barat akan sangat susah dilacak, dikarenakan pandangan masyarakat Sumatera Barat lebih baik dalam penerapan berdemokrasi, cara-cara yang digunakan akan lebih implisit atau tidak secara terang-terangan.
Tiga, penggunaan fasilitas negara oleh incumbent atau calon yang berlatar belakang sebagai aparatur sipil negara (PNS) dalam menyelenggarakan kampanye mulai dari alat transportasi, gedung pertemuan, sarana prasarana perkantoran dan mengarahkan birokrasi (ASN) pemerintahan dalam pemenangan. Selain itu juga terkait penggunaan atau memanfaatkan dana yang bersumber dari keuangan negara baik secara langsung atau tidak langsung serta menggunakan fasilitas badan usaha milik negara dan milik daerah.
Empat, Larangan Kampanye yang diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang No. 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ada 11 larangan kampanye mulai dari mempertentangkan Pancasila dan UUD 1945; menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik; melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik; mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum; mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah; merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye; menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah; menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya; dan/atau melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Lima, Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU No. 8/2015 dari perseorangan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dimana diatur dalam Undang-Undang bahwa harus mencantumkan identitas yang jelas serta penggunaan dana Kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Selain itu pasangan calon juga dilarang menerima sumbangan dari negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing, tidak jelas identitasnya, pemerintah pusat/daerah, BUMN, BUMD serta BUMDes.
Dari lima peta pengawasan Pilkada diatas, peran lembaga-lembaga pengawasan lainnya seperti KIP, KPID, Ombudsman, Civilized Society, media massa dan sebagainya menjadi ujung tombak perbaikan penyelenggaran pemilu di Sumatera Barat. Sehingga akan terwujud pemilu yang berintegritas dan partisipatif dalam menekan angka golput di Sumatera Barat. Selamat berpolitik para calon kepala daerah, semoga kedepannya Sumatera Barat lebih baik, makmur, aman dan sentosa.
[divider]
Ingin tulisan Kamu dimuat di infoSumbar? Silahkan kirimkan ke email: [email protected]