Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat melakukan investigasi terkait pelayanan parkir di Bukittinggi. Investigasi kali ini atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Asisten Bidang Pencegahan Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi melalui siaran pers yang di terima Infosumbar mengatakan Investigasi di latar belakangi banyak keluhan masyarakat baik yang beritkan oleh medi Koran, social media, di tambah lagi Bukittinggi sebagai destinasi wisata terbesar di Sumbar yang juga belum keluar dari masalah palayanan parkir.
“Tujuan investigasi adalah untuk mengetahui potensi maladministrasi yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pelayanan dan pengelolaan sektor perparkiran di Kota Bukittinggi dan memberikan saran perbaikan pelayanan dan pengelolaan sektor perparkiran di Kota Bukittinggi,” tulisnya.
Lebih lanjut Adel menambahkan, pemantauan pelayanan parkir oleh petugas parkir di 9 titik parkir sekitar Pasar Atas dan Jam Gadang, lalu di lanjutkna dengan melakukan pertemuan Dinas perhubungan dan informastika dan hari terakhir lansung menyampaikan hasil dan saran perbaiakan pada pihak Pemko yang di hadiri Kepala Dinas pertemuan Dinas perhubungan dan informastika dan Asisen I Pemko Bukittinggi.
“Dari 9 titik yang di pantau yakni Jl.A.Yani depan KFC-Toko Mekar, Jln. A Karim Jln. Cindua Mato, Pakir Progesif, Depan simpang raya Depan TMSBK, Samping kanan Blok A dan Samping kiri blok B tidak satupun Petugas parkir menggunakaan atribut seperti baju, topi dan pluit, tidak satupun petugas yang menggunakan karcis/atau tiket karcis, juga tidak terdapat informasi tentang tarif parkir tidak terdapat layanan pengaduan parkir,” ungkapnya.
Hasil investigasi Ombudsman RI menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan dan pengelolaan parkir di Kota Bukittinggi berpotensi terjadi maladministrasi dengan berbagai jenis dan indikasi.
“Terjadi potensi pungutan liar hampir di seluruh titik yang di pantau, Petugas memungut tarif roda 2 Rp. 2000,- dan roda empat Rp. 5000,- lebih besar dari ketentuan Perda No. 10 tahun 2014 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir yang hanya Rp.1000 untuk roda 2 dan Rp. 3000,-, untuk roda 4.” sambungnya.
Potensi pungutan liar telah menyebabkan dinas perhubungan gagal meraih target PAD Rp. 1 miliar untuk tahun 2014 dan hanya tercapai sekitar 50 persen lebih saja.
Belum berfungsinya secara optimal pengawasan Perda baik yang di lakukan oleh Dinas Perhubungan dalam hal ini UPTD Parkir dan Terminal, maupun oleh Satpol PP, karena pada saat potensi Maladministrasi terjadi Satpol PP justru senantiasa berada di lokasi tersebut.
“Pengelolaan gedung parkir tidak maksimal, petugas ataupun SKPD belum maksimal dalam mengarahkan masyarakat agar menggunakan layanan gedung parkir, lokasi terlarang seperti samping kantor DPRD, Jalan menuju BNI dari arah tugu pahlawan masih di gunakan untuk parkir. Gedung parkir belum memenuhi standar pelayanan, simtem elektrik sensor dan printer tidak berfungsi, tidak ada petunjuk arah yang memadai, petugas tidak menggunakan seragam dan ID,” terangnya.
Selain itu terdapat mobil pegawai atau pejabat di DPRD ikut memarkir kendaraan di samping DPRD Kota Bukittinggi, di lokasi tersebut terdapat rambu di larang berhenti (stop) karena akan membuat jalan menjadi macet dan merusak keteraturan pengelolaan parkir.