Sabtu, 11 Maret 2017, telah berlangsung pameran “Di Rantau Awak Se” di Galeri Gubuak kopi, di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. Pameran ini disajikan dalam bentuk presentasi publik dan open studio. Menampilkan (proses) berkarya partisipan dalam membingkai narasi-narasi yang ada di Kota Solok.
Proyek seni ini direalisasikan atas kolaborasi Komunitas Gubuak Kopi bersama Forum Lenteng, Jakarta melalui program pemberdayaan media berbasis komunitas akumassa.
Dalam proyek ini terlibat 8 orang partisipan yang terdiri dari Albert Rahman Putra, Delva Rahman, Maria Silalahi, Muhammad Risky, Raenaldy Andrean, Tiara Sasmita, Volta Ahmad Jonneva, dan Zekalver Muharam, serta tiga orang fasilitator, Manshur Zikri, Muhammad Fauzan Chaniago, dan Soemantri Gelar.
Dalam program ini, selama dua minggu para partisipan saling memperdalam pengetahuan mereka terkait media dan eksplorasi mediumnya, serta pengetahuan kebudayaan lokal. Agenda presentasi dan open studio yang bertajuk “Di Rantau Awak Se”, sebuah upaya pembacaan kembali esensi “rantau” melalui narasi-narasi kecil yang ada di Solok dalam situasi yang konteks pada saat ini.
Solok yang warganya suka merantau, juga menjadi kota perantauan bagi etnis lain, yang mana para perantau ini juga berkontribusi dalam pembangunan di Kota Solok. Pembacaan ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan jurnalisme warga dan praktik media alternatif, dengan memberdayakan teknologi telepon genggam dan kamera sederhana, untuk merekam apa-apa saja yang ada di Kampung Jawa. Aksi perekaman ini menjadi salah satu cara untuk mengarsipkan kota, dalam rangka memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan secara luas.
Materi-materi dalam pameran open studio ini dihadirkan sebagai sebuah sketsa atas pembacaan tersebut. Seluruh partisipan lokakarya mendokumentasikan peristiwa dan narasi-narasi yang tersebar di Kota Solok, lalu mengemasnya ke dalam berbagai medium, seperti teks, fotografi, gambar, dan video.
Di antaranya, “sensus tetangga” sebuah instalasi karya fotografi yang mendokumentasikan kehidupan bertetangga di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Kampung Jao, Solok. Selama berproses para partisipan berkenalan dan berkunjung ke rumah-rumah warga.
Kegiatan fotografi ini mengarsipkan lingkungan di sepanjang Jalan Yos Sudarso guna memetakan perkembangan dan pembangunan. Selain itu para peserta juga diajak untuk lebih mengenal tetangga dan lingkungan di sekitarnya.
Lalu juga terdapat sketsa “pemetaan bingkaian” selama berporses para partisipan lokakarya diminta untuk mempresentasikan ide dan gagasanya dalam membingkai narasi yang menarik untuk menampilkan pola merantau, dan keterkaitannya dengan lokasi.
Kemudian mempertajam bingkaiannya melalui diskusi. Di sisi berikutnya juga terdapat proyek fotografi dengan memanfaatkan media sosial Instagram dan hashtag #solokmilikwarga untuk mengumpulkan image-image tentang kota Solok.
Selama lokakarya literasi media ini, semua partisipan telah mengumpulkan lebih-kurang seratus foto, hasil tangkapan citra beberapa titik lokasi dan peristiwa yang ada di Solok. Proyek fotografi ini akan menjadi proyek berkelanjutan, yang membuka keterlibatan netizen sebagai cara untuk memetakan perkembangan dan pembangunan Kota Solok.
Kemudian juga terdapat sebuah instalasi telepon genggam yang bertajuk Vlog Kampuang, sebuah proyek video dengan memanfaatkan teknologi telepon genggam pintar untuk mendokumentasikan narasi keseharian di Kota Solok. Proyek ini berikutnya akan menjadi program lanjutan dalam mendokumentasikan keseharian di Kota Solok, sebagai salah satu cara untuk memetakan perkembangan dan pembangunan di Kota Solok melalui video.
Lalu, di sisi ruang pamer berikutnya terdapat pengembangan medium komik sebagai cara mendokumentasikan keseharian dan mitos-mitos di Kota Solok.
Karya-karya ini adalah hasil workshop yang dikerjakan oleh remaja-remaja di Kota Solok. Para remaja dipandu oleh Zekalver Muharam, pegiat Gubuak Kopi dan juga merupakan partisipan lokakarya literasi media, untuk mendokumentasikan keseharian dan persitiwa menarik yang mereka alami dalam bentuk komik atau cerita gambar.
Di tengah-tengah ruang pamer terdapat sebuah meja panjang, selayaknya meja kerja terdapat buku-buku catatan, laptop yang menampilkan tampilan website Komunitas Gubuak Kopi (www.gubuakkopi.id), sebagai media alternatif dalam mendokumentasikan dan mendristibusuikan pengetahuan media dan kebudayaan bermuatan lokal, Solok.
Di laptop lainnya, juga terdapat tayangan Siaran Langsung yang Tertunda, delama berproses, para partisipan memanfaatkan perkembang teknologi sosial media terkini, seperti facebook dan instagram, untuk menyiarkan kegiatan dan peristiwa di sekitar secara langsung. Ini juga bertujuan untuk melatih para partisipan untuk bersikap terhadap kamera maupun di hadapan kamera.
Materi-materi yang dipamerkan ini bukanlah hasil akhir, melainkan masih menjadi bagian dari proses lokakarya. Menarik untuk merefleksi apa yang telah dilakukan oleh Komunitas Gubuak Kopi sebagai suatu upaya mendefinisikan Kota Solok sebagai kota yang sadar akan budaya dan peka terhadap potensi media, sebagai alat yang dapat membantu aksi-aksi pemberdayaan masyarakat.
Pada malam hari, di ruang menonton Sinema Pojok, Komunitas Gubuak Kopi terdapat penayangan perdana karya-karya video hasil bingkaian para partisipan yang dikerjakan secara kolektif. Diantaranya terdapat video yang berjudul H. Nasionalis, bingkaian narasi yang membawa ingatan kita pada puluhan tahun lalu, di Kota Solok terdapat sebuah bioskop yang kini sudah berganti dengan komplek bagunan toko. Bioskop ini sebelumnya berperan besar dalam pembangunan daerah maupun perkembangan kebudayaan masyarakat Kota Solok.
Video ini menggali kembali kenangan kejayaan itu melalui arsip wawancara bersama bersama Bapak Haji Naisonalis yang telah bekerja puluhan tahun sebagai projectionis di bioskop tua itu. Video ini menghadirkan potongan-potongan audio wawancara itu yang bergadengan dengan visual perjalanan malam hari, sembari menonton sebuah filem melaui layar kecil yang terpasang di dasboard mobil, menikmati Kota Solok yang sepi di suatu malam.
Lalu video Kedai Malam Di satu titik di depan Taman Syech Kukut, berdiri sebuah mobil dengan tubuh yang telah didesain selayaknya kedai kelontong. Kedai ini buka di sore hari di parkiran pasar raya, setelah magrib menjelang ia memindahkan mobil itu ke titik parkir lain, yang berjarak sekitar 15 meter ke Taman Syech Kukut, hingga pagi menjelang. Kedai mobil ini bukanlah satu-satunya kedai berjalan di Kota Solok, kehadiran mereka menjadi alternatif bagi orang-orang yang bergadang.
Dan video Ma La La La La adalah sebuah percobaan video-peformatif dalam mengarsipkan Kota Solok. Video ini menghadirkan stop motion seorang perempuan generasi sekarang menarikan tari Alang Babega, sebuah tarian rakyat yang dimaikan paada pesta panen dahulunya. Tarian ini menirukan gerakan elang yang sedang bermain maupun mencengkram mangsanya. Kini, tarian ini terhubung dengan situasi kotemporer Kota Solok di berbagai titik.
Setelah penayangan juga terdapat presentasi kesenian Ilau oleh dua pegiat seni Ilau, yakni Ibu Yani dan Yuni Basrul. Sebuah kesenian yang berangkat dari tradisi Ilau, tentang sebuah peristiwa kematian anak yang mati di perantauan.
Dalam kegiatan diantaranya hadir Bapak Dedy mewakili Dinas Pariwisata menyambut baik apa yang telah dimulai Komunitas Gubuak Kopi jauh sebelum pemerintah dapat berkontribusi lebih jauh. Bapak Dedy juga berhadap kedepannya terdapat kerjasama antara Komunitas Gubuak Kopi dengan pemerintah untuk memajukan pembangunan kebudayaan di Solok. Begitu juga Buya Khairani, selaku tokoh masyarakat melihat penting untuk menjadi model dan menginspirasi pemuda atau masyarakat lainnya untuk melakukan kegiatan positif lainnya. Acara ini dibuka oleh Albert Rahman Putra, Ketua Komunitas Gubuak Kopi, bersama para partisipan membimbing para hadirin memasuki ruang pameran.
Selain itu dalam pameran ini turut hadir Hafiz Rancajale, Ketua Forum Lenteng yang juga merupakan mantan ketua komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ); Otty Widasari, penulis dan seniman seni rupa dari Jakarta; Oliver Husain seniman video dan peformance dari Toronto, Kanada; Juga turut hadir perwalikan kelurahan Kampung Jawa, Solok, dan Bapak Camat Tanjung Harapan, Solok serta beberapa organisasi yang berbasis di Sumatera Barat, seperti Komunitas Fotografi Gajah Maharam, Ketua Hipmi Solok, Perwakilan JPKP, Kelompok Seni Ladang Rupa Bukittinggi, dan mahasiswa seni rupa Universitas Negeri Padang, serta tidak kalah ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda, dan remaja yang merupakan warga lokal di sekitaran Galeri Gubuak Kopi. (*)