Ini adalah beberapa benda-benda peninggalan sejarah yang masih tersimpan di Rumah Gadang Tiang Panjang. Dupa berfungsi sebagai tempat membakar kemenyan yang masih di gunakan sebelum islam masuk ke nusantara, sedangkan Pasu di gunakan untuk mandi kembang, biasanya untuk mandi kembang anak daro. Canang atau biasa disebut Talempong Pacik seperti gambar di atas merupakan canang yang masih asli dan biasanya di gunakan untuk memeriahkan acara acara tertentu. Kemudian Jamba digunakan untuk penjamuan makanan acara acara tertentu, makan bajamba ini masih di lakuakan masyarakat Sungai Dareh sampai sekarang.
Fungsi Rumah Gadang Tiang Panjang.
Pada saat ini rumah gadang Tiang panjang lebih sering terlihat tertutup. Namun pada saat saat tertentu Rumah Gadang Tiang panjang di pakai oleh mesyarakat Sungai Dareh untuk acara acara tertentu. seperti acara Balimau sebelum memasuki bulan Suci Ramadhan, temapat berkumpul dalam rapat dan diskusi adat, batagak pangulu dan acara acara adat lainya.
B. Lubauk Tanbonsu
Lubuak Tanbonsu adalah nama sebuah batu yang terdapat di sungai batanghari. batu tersebut berbentuk tubuh manusia dan sebuah kapal yang lengkap berisi perabotan rumah tangga yang semuanya sudah menjadi batu.
Berdasarkan cerita legenda turun temurun dari nenek moyang orang sungai dareh, lubauk tanbonsu sama halnya dengan Batu Malin kundang yang dikutuk Ibunya menjadi batu karena tidak mengakui Ibunya. Namun pada Lubauk tanbonsu, struktur bentuk tubuh serta kapal dan perabotan rumah tangga terlihat lebih jelas dan bagus di bandingkan dengan batu malin kundang. batu di lubauk tanbonsu ini bisa di lihat dengan jelas saat air surut dan pada musim panas. Oleh sebab itu apabila lokasi ini bisa di kelola dengan baik maka kemungkinan bisa menjadi objek wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Berbagai versi di ceritakan tantang asal usul Lubuak Tanbonsu, salah satu versinya berdasarkan cerita legenda yang dipercayai oleh masyarakat Sungai Dareh tentang asal usul Batu di Lubuak Tnabonsu, menceritakan tentang seorang anak Bungsu yang dulu tunggal di daerah sungai dareh kemudian pergi merantau. Setelah sekian lama ketika pemuda tersebut sudah kaya Raya dan kembali ke kampung halaman.
Keberangaktannya kekampung halaman dengan sebuah kapal melewati sungai Batanghari membawa perabotan Rumah tangga bahkan binatang peliharaan yaitu Ayam.
Diseberang terdengar kabar oleh ibunya bahwa anaknya yang dulu merantau akan pulang kampung. maka di susul sang anak menyonsong sungai batanghari. Tapi sayang, setelah bertemu dengan anaknya yang sudah kaya raya, anaknya tidak lagi mengakui bahwa itulah orang tuanya. seketika menagislah sang Ibu dan terlontar kutukan dari mulutnya. kemudian kapal yang membawa anaknya tadi terombang ambing di sungai. tidak bisa maju dan mundur bahkan ke pinggir, baru kemudian semua manjadi batu. Kapal dan seluruh isinya bahkan sianak pun menjadi batu.
Sampai sekarang manusia dan kapal beserta isinya yang menjadi batu itu masih terlihat dengan jelas. Tapi berada di tepi sungai batang hari dan melewati jalur perkebunan dengan kondisi jalan yang sulit untuk di lalui karena belum terkelola dengan baik.
Apabila dibandingakan dengan Batu malin Kundang, walaupun ceritanya hampir sama namun batu di Lubuak Tanbonsu terlihat lebih jelas. Hanya saja belum terkelola dan belum di sorot untuk dijadikan sebuah objekwisata di Sungai Dareh.